Skeptis itu memang bawaannya seorang saintist. Skeptis dapat diartiken sebagai a person who habitually doubts the authenticity of accepted beliefs,
atau orang yang tidak mudah percaya begitusaja. Sains itu diawali
dengan keraguan bukan semangat dan keyakinan. Jadi kalau ada yg sekptis
pada sesuatu penemuan bukan berarti yang bersangkutan menolak. Secara
mudah orang skeptis itu baru akan mengikuti atau menyetujui adanya
hipotesa baru bila dia sudah menemukan evidence. Tanpa evidence
(data) kok sudah meyakini sebuah penemuan baru hanya karena ditemukan
si Anu yg terkenal berarti itu taklid buta. Sains ndak mengenal hal
taklid seperti itu. Banyak saintis bergelar doktor yg tidak sepaham
dengan promotornya.
Dalam perkembangannya sains itu juga tidak ada loncatan besar yang datangnya “ujug-ujug mak pluk“. Mohon maaf saja …. Sains itu jalannya thimik-thimik,
bukan berlari kencang. Mirip langkah siput, seperti proses evolusi,
pelan tapi pasti. Sehingga sebuah penemuan yang isinya terlalu jauh dari
yg sudah diketahui masa kini akan mengundang pertanyaan yg ujungnya
tidak dipercaya, tidak diikuti dan akhirnya tidak berkembang.
Keingintahuan.
Tulisan ini merupakan sebuah tanggapan dari tulisan yang merasakan
prihatin karena “penemuan” Gunung Piramid tidak diterima banyak kalangan
ilmuwan. Bahkan merembet pada dugaan menurunnya minat melakukan riset.
Budaya riset di Indonesia dikatakan menurun oleh beberapa peneliti di
Indonesia. Keinginan untuk melakukan riset yang dikatakan menurun itu
bukan karena sikap skeptis ‘researcher’, tetapi mungkin ini justru
kekelirian orang yang mengaku saintis yang pesimistis pada hasil yg akan
diperoleh. Saintis murni melakukan penelitian seringkali bukan karena
tujuan tertentu, tapi karena keingintahuan.Rasa ingin tahu ini yang
mesti dimiliki oleh seorang periset sejati. Lingkungan yg mendorong rasa
ingin tahu ini yang perlu ditumbuh kembangkan.
Ketiadaan rasa ingin tahu bukan berarti pesimis atau skeptis loo.
Bisa saja penemuan bagus menjadi tidak menarik karena kemasan atau
pengungkapan yang rumit. Archimides menjelaskan teorinya dengan ‘berlari-lari telanjang, eureka … eureka !‘
Newton menjelaskan gravitasi dengan kejatuhan buah apel. Jelaskanlah
dengan bahasa awam. Saat ini dengan mudah kita mengerti mengapa kapal
dari besi yang beratnya ratusan ton dapat terapung karena ‘ketelanjangan’ Archimides.
Penemuan besar sering tidak disadari oleh penemunya.
Yang penting menurut saya, seorang peneliti sejati seringkali tidak memperdulikan dampak dari temuannya … Sikapnya adalah “persistent” dalam bahasa mudahnya “tekun”
dalam melakukan riset. Jangan membayangkan atau memikirkan hasilnya
akan menggelegar. Kebanyakan penemuan besar didunia tidak disadari oleh
penemunya. Jadi kalau anda telah menemukan sesuatu, jangan punya harapan
anda akan mendapatkan hasilnya secara instant. No. No …. Bukan seperti
itu “reward dan award” atau penghargaan yang diperoleh oleh
seorang penemu sejati. Ketika nanti manusia menyadari pentingnya
penemuannya, barulah “nama” anda akan dikenal dan “dikenang”.
Syukur-syukur didoakan, ilmu dan penemuan yang bermanfaat adalah sebuah
amal jariah.
Kalau anda menemukan sesuatu, ikhlas saja dengan apa yg ditemukan.
Memang kalau diamati, hanya penemuan yg hasil temuannya diteliti terus
secara berlanjut yang bermanfaat. Jadi satu hal lain yang penting adalah
sikap dari si peneliti ketika mengemukakan hasil risetnya. Sikap “low profile“,
lembah manah, sopan, membuat orang memberikan apresiasi atas penemuan
dan kalau diteruskan maka penemuan itu menjadi sebuah ilmu yg
bermanfaat. Yang seperti ditulis diatas, menjadi amal jariah.
Jadi,
Kalau anda merasa menemukan sesuatu, ungkapkan saja apa adanya
sejujurnya. Duniapun sekarang tahu bahwa bukan Darwin yang pertamakali
menemukan dasar dari teori evolusi, Darwin hanyalah mengembangkan,
merapikan dan menuliskan, namun saat ini semua tahu bahwa Lamark dan
Wallace lebih duluan mengemukakan ide evolusi yang fenomenal ini. Malah
Darwin yang akhirnya dicaci oleh orang yg “tersinggung” karena penemuan teori evolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar